Suatu sore anak saya Caca merengek minta diajak jalan- jalan ke taman kota yang saat ini masih dalam tahap penyelesaian. Taman ini memang baru dibangun beberapa bulan lalu oleh Kantor Kebersihan dan Kebakaran Kabupaten Sintang dan belum selesai 100%.
Kehadiran taman ini menurut pengamatan saya ternyata mampu memberikan nuansa yang berbeda bagi masyarakat di Kabupaten Sintang. Selain itu tentu saja sekarang saya punya tujuan kalau si Caca anak saya minta di antar jalan-jalan sore.
Terkadang kita sebagai bagian dari masyarakat membutuhkan sebuah ruang publik untuk berinteraksi dengan leluasa tanpa harus basa-basi, artinya tanpa sekat-sekat yang mungkin saja membatasi gerak pergaulan sosial di lingkungan kita sehari-hari. Misalnya di lingkungan kerja, tentu ada yang menjadi kepala kantor dan ada yang menjadi staf biasa. Di sekeliling rumah kita, pasti ada tetangga yang kaya dan ada yang kurang kaya bahkan mungkin ada yang sok kaya atau ada yang mungkin numpang kaya. Tentu situasi demikian menyebabkan orang biasanya harus pandai-pandai menempatkan diri agar tidak ketahuan sisi buruknya, sehingga sering kali orang menjadi tidak jujur dalam bersikap.
Nah..kalo di taman kota tempat saya dan si Caca anak saya jalan-jalan sore, lain lagi ceritanya... Disana orang-orang biasanya lebih bebas berekspresi, tanpa harus berpura-pura. Disana tak ada yang mau tau kalau si polan kepala kantor atau pak bejo hanya tukang sapu di kantornya, walaupun ketahuan juga sih.... kan si polan datang pake mobil sedangkan pak bejo cuma pake motor butut. Tapi itu yang tadi saya bilang, disana tidak ada yang mau tau ! Kalau pak bejo yang duluan duduk di kursi taman, maka si polan tak punya hak untuk ngusir pak bejo, dan pak bejo tak punya kewajiban untuk memberikan kursi tamannya kepada si polan.
Jadi ini cuma persoalan siapa yang duluan sampai di taman, itupun kalau persediaan kursi di taman sudah dikapling semua.Disana sepanjang pengetahuan saya tak pernah terjadi rebutan kursi (ndak seperti kursi DPR banyak yang rebutan, termasuk saya yang ikutan jadi caleg), biasanya pengunjung taman yang tidak kebagian kursi secara ikhlas menunggu, sambil berharap semoga mereka yang sudah duluan duduk disana beranjak meninggalkan kursinya. Walaupun sering juga yang ditunggu-tunggu tidak mau beranjak pergi. Biasa kalau sudah duduk memang keenakan, jadinya lupa berdiri.Kalau lagi beruntung sih... biasanya sesama pengunjung taman mau berbagi kursi... saya tidak tahu kalau kursi DPR ada tidak yang mau berbagi ? Soalnya-kan lucu juga, masak wakil rakyat duduk satu kursi berdua-an, memang kayak lagu dangdut "sepiring berdua ?" Kalau yang duduk cowok sama cewek sih masih mending, bisa cinlok. Nah.. kalau cowok sama cowok ? kan bisa berabe, nanti bukannya rapat masalah rakyat tapi malah maen anggar...????
Pendek cerita (kalo istilah SBY "pendek kata") sore itu saya tidak kebagian kursi, karena datang agak kesorean, tapi beruntung-lah saya karena ada seorang bapak yang berbaik hati mau berbagi tempat dengan saya. Si bapak juga membawa anaknya main di taman, karena ibu-nya lagi arisan. Dengan menikmati suasana sore kami berdua lalu bercerita ngalur-ngidul kesana kemari sambil mengamati anak yang berlarian main di taman.
Hari gini biasanya ujung-ujung topik pembicaraan melenceng ke masalah politik. Tentu saja saya makin bersemangat, wah... ini kesempatan bisa sekalian kampanye. Pembicaraan pun semakin seru, dan tentu saja saya tak mau kalah mengeluarkan berbagai analisa bak seorang pengamat politik. Akhirnya sampai juga giliran untuk menjelaskan kalau saya adalah seorang caleg dari Partai Demokrat. Tentu tidak lupa saya bilang kalau saya nomor urut 1, sebenarnya waktu itu saya lupa kalau nomor urut sudah tidak penting lagi. Makanya si bapak lalu nyeletuk : "...kan pake suara terbanyak dek !"
Udah capek juga sih promosi sana-sini sama si bapak, tapi saya perhatikan si bapak bukannya antusias mendengarkan kampanye saya, tapi malah mesem-mesem, kan saya jadi curiga nih... jangan-jangan si bapak...???
Benar aja, lalu si bapak ngomong : "...maaf ya dek, saya juga nyalek..."
Rasain... kena batunya, he...he...he...
Pas waktu pulang saya liat baliho si bapak sudah nangkring di tepi jalan, yang sebenarnya tiap hari saya lewati, cuma baru kali ini saya amati baliho yang bertuliskan : Pilih si bapak dari Partai X nomor urut 8... nah lu !!! Sekarang pake suara terbanyak bung, nomor 8 juga boleh dong pasang baliho !
Pendek cerita lagi... saya nyampe di rumah udah ada yang nunggu. Kata si tamu dia dari desa ujung kecamatan yang masuk dapil saya. Tanpa basa-basi si tamu bilang kalau mereka sekampung mau mendukug saya.
Wah... senang juga nih, datang-datang sudah ada yang bilang mendukung (kalau benar !!!). Lalu si tamu bilang : "...tapi pak, warga di sana minta dibelikan KIBUD... sebagai bukti kalau bapak tidak cuma janji dan memang peduli sama kami !" Kalau gini sih ujung-ujungnya duit, pikir saya. Lagian apa yang dimaksud dengan KIBUD ?
Selidik punya selidik rupanya yang dimaksud si tamu itu keyboard...
Akhirnya saya berkesimpulan kalau jadi caleg :
- Jangan kampanye di taman kota, soalnya yang jadi caleg buanyak...
- Harus buanyak duit juga, buat beli KIBUD...eh... keyboard maksud saya.
- Ndak perlu ngomongin kalau anda nomor urut 1, soalnya sekarang udah ndak penting.
Tentu... biar bagaimana-pun juga saya tetap berterima-kasih kepada si bapak, karena sudah mau berbagi cerita dan berbagi tempat dengan saya di taman kota tempo hari. Selamat berjuang semoga terpilih sebagai wakil rakyat, dan tentu saja kalau sudah terpilih tugas selanjutnya harus mampu menyuarakan aspirasi rakyat.
Untuk si tamu kayaknya harus pulang dengan tangan hampa...