Kabupaten Sintang sebagai salah satu kabupaten yang terletak di kawasan timur Provinsi Kalimantan Barat harus berpacu menggali potensi daerah agar percepatan pembangunan dapat dioptimalkan bagi kesejahteraan rakyat.
Salah satu langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Sintang adalah dengan mengundang investor untuk menanamkan modal mereka di Kabupaten Sintang. Investasi yang paling menonjol saat ini adalah di sektor perkebunan kelapa sawit.
Hampir seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Sintang sudah dimasuki perkebunan kelapa sawit. Saat ini Kecamatan Serawai dan Ambalau juga tengah dalam proses perijinan dan sosialisasi untuk masuknya perkebunan kelapa sawit. Sebagai kecamatan yang belakangan baru akan dimasuki investasi perkebunan kelapa sawit, sejak awal proses perijinan dan sosialisasinya telah ditentang oleh sebagian masyarakat. Hal ini tergambar dari dialog yang dilakukan kelompok intelektual dan mahasiswa asal Serawai-Ambalau dengan DPRD Kabupaten Sintang pada tanggal 18 April 2011.
Adalah PT. Sinar Sawit Andalan yang mulai mempersiapkan kehadiran mereka di Kecamatan Serawai-Ambalau. Walaupun terdapat kontroversi soal kehadiran mereka, nampaknya pihak perusahaan tetap memproses perijinan mereka dan terus-menerus menghimpun dukungan dengan melakukan pendekatan ke masyarakat melalui tokoh-tokoh yang mereka anggap berpengaruh dan bisa diajak bekerja sama.
Apa yang terjadi didua kecamatan ini merupakan gambaran bagaimana perusahaan kelapa sawit terkadang mengambil jalan pintas dengan hanya meng-akomodir kepentingan sekelompok orang dan mengabaikan kepentingan yang lebih besar. Keadaan ini apabila dibiarkan, dimana perusahaan tetap memaksakan diri untuk melakukan kegiatan dengan mengabaikan keberatan dari masyarakat maka ini merupakan sebuah bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak menjadi konflik yang meluas dan melibatkan banyak pihak serta waktu penyelesaian yang berlarut-larut.
Masuknya perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang bukannya tidak membawa dampak yang positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, pembukaan lahan perkebunan setidaknya membuka isolasi wilayah terpencil yang selama ini belum mampu dilakukan oleh pemerintah daerah. Pembangunan jalan dan jembatan oleh pihak perusahaan adalah contoh manfaat yang secara langsung dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar areal perkebunan. Keikutsertaan masyarakat sebagai mitra perusahaan juga sedikit banyak memberikan peningkatan pendapatan masyarakat.
Namun demikian dengan pola kemitraan 70 : 30 dan 80 : 20 yang saat ini diterapkan oleh perusahaan kepada masyarakat tentu kita sepakati bukanlah metode yang berkeadilan, apalagi ditambah dengan kewajiban membayar kredit, bukanlah sebuah kemitraan yang bertujuan demi kesejahteraan masyarakat. Tidak heran kemudian sengketa demi sengketa bermunculan setelah sekian tahun perusahaan perkebunan kelapa sawit beroperasi.
DPRD sendiri dalam berbagai kesempatan selalu mempertanyakan kebijakan pemerintah daerah berkaitan dengan investasi perkebunan kelapa sawit ini. Karena realitanya hampir tidak ada peningkatan terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Apalagi pihak perusahaan sering ingkar janji dengan mengabaikan kesepakatan-kesepakatan yang telah disetujui bersama antara perusahaan dan masyarakat. Sejumlah masalah yang timbul kemudian sering dipicu akibat kelalaian perusahaan memenuhi kesepakatan dengan masyarakat, misalnya perusahaan kerap abai memelihara jalan yang bukan merupakan akses ke perkebunan mereka tetapi justru merupakan jalan ke perkebunan milik masyarakat.
Selain itu perkebunan-perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Sintang hampir tidak memiliki program CSR (corporate social responsibility) sehingga masyarakat merasa tidak memiliki hubungan sosial yang saling membutuhkan, saling menghormati serta saling memiliki. Padahal kehadiran perkebunan kelapa sawit sangat mungkin berpuluh-puluh tahun di wilayah perijinan mereka. Apabila hubungan ini tidak dikelola dengan baik sangat mungkin konflik tidak akan pernah berhenti.
Dari berbagai persoalan yang menyertainya, kehadiran perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang pada masa-masa yang akan datang setidaknya harus dikaji lebih mendalam, mengingat bukan hanya konflik sosial saja yang bisa timbul tetapi dampak terhadap kelestarian lingkungan juga harus menjadi perhatian kita bersama.
Pemerintah Daerah perlu membangun kemandirian ekonomi masyarakat tanpa harus memasukkan investasi besar-besaran namun tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk jangka waktu yang panjang. Perlu dibuat peta mengenai potensi lokal, berikan akses modal melalui pinjaman lunak serta lakukan pembinaan berkelanjutan bagaimana membangun ekonomi keluarga yang berorientasi pada keuntungan. Dengan demikian pemerintah daerah tidak harus tergantung pada investor berskala besar yang lebih sering melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang justru pada gilirannya menimbulkan konflik sosial yang kemudian menjadi beban kita bersama.
Salah satu langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Sintang adalah dengan mengundang investor untuk menanamkan modal mereka di Kabupaten Sintang. Investasi yang paling menonjol saat ini adalah di sektor perkebunan kelapa sawit.
Hampir seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Sintang sudah dimasuki perkebunan kelapa sawit. Saat ini Kecamatan Serawai dan Ambalau juga tengah dalam proses perijinan dan sosialisasi untuk masuknya perkebunan kelapa sawit. Sebagai kecamatan yang belakangan baru akan dimasuki investasi perkebunan kelapa sawit, sejak awal proses perijinan dan sosialisasinya telah ditentang oleh sebagian masyarakat. Hal ini tergambar dari dialog yang dilakukan kelompok intelektual dan mahasiswa asal Serawai-Ambalau dengan DPRD Kabupaten Sintang pada tanggal 18 April 2011.
Adalah PT. Sinar Sawit Andalan yang mulai mempersiapkan kehadiran mereka di Kecamatan Serawai-Ambalau. Walaupun terdapat kontroversi soal kehadiran mereka, nampaknya pihak perusahaan tetap memproses perijinan mereka dan terus-menerus menghimpun dukungan dengan melakukan pendekatan ke masyarakat melalui tokoh-tokoh yang mereka anggap berpengaruh dan bisa diajak bekerja sama.
Apa yang terjadi didua kecamatan ini merupakan gambaran bagaimana perusahaan kelapa sawit terkadang mengambil jalan pintas dengan hanya meng-akomodir kepentingan sekelompok orang dan mengabaikan kepentingan yang lebih besar. Keadaan ini apabila dibiarkan, dimana perusahaan tetap memaksakan diri untuk melakukan kegiatan dengan mengabaikan keberatan dari masyarakat maka ini merupakan sebuah bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak menjadi konflik yang meluas dan melibatkan banyak pihak serta waktu penyelesaian yang berlarut-larut.
Masuknya perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang bukannya tidak membawa dampak yang positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, pembukaan lahan perkebunan setidaknya membuka isolasi wilayah terpencil yang selama ini belum mampu dilakukan oleh pemerintah daerah. Pembangunan jalan dan jembatan oleh pihak perusahaan adalah contoh manfaat yang secara langsung dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar areal perkebunan. Keikutsertaan masyarakat sebagai mitra perusahaan juga sedikit banyak memberikan peningkatan pendapatan masyarakat.
Namun demikian dengan pola kemitraan 70 : 30 dan 80 : 20 yang saat ini diterapkan oleh perusahaan kepada masyarakat tentu kita sepakati bukanlah metode yang berkeadilan, apalagi ditambah dengan kewajiban membayar kredit, bukanlah sebuah kemitraan yang bertujuan demi kesejahteraan masyarakat. Tidak heran kemudian sengketa demi sengketa bermunculan setelah sekian tahun perusahaan perkebunan kelapa sawit beroperasi.
DPRD sendiri dalam berbagai kesempatan selalu mempertanyakan kebijakan pemerintah daerah berkaitan dengan investasi perkebunan kelapa sawit ini. Karena realitanya hampir tidak ada peningkatan terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Apalagi pihak perusahaan sering ingkar janji dengan mengabaikan kesepakatan-kesepakatan yang telah disetujui bersama antara perusahaan dan masyarakat. Sejumlah masalah yang timbul kemudian sering dipicu akibat kelalaian perusahaan memenuhi kesepakatan dengan masyarakat, misalnya perusahaan kerap abai memelihara jalan yang bukan merupakan akses ke perkebunan mereka tetapi justru merupakan jalan ke perkebunan milik masyarakat.
Selain itu perkebunan-perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Sintang hampir tidak memiliki program CSR (corporate social responsibility) sehingga masyarakat merasa tidak memiliki hubungan sosial yang saling membutuhkan, saling menghormati serta saling memiliki. Padahal kehadiran perkebunan kelapa sawit sangat mungkin berpuluh-puluh tahun di wilayah perijinan mereka. Apabila hubungan ini tidak dikelola dengan baik sangat mungkin konflik tidak akan pernah berhenti.
Dari berbagai persoalan yang menyertainya, kehadiran perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang pada masa-masa yang akan datang setidaknya harus dikaji lebih mendalam, mengingat bukan hanya konflik sosial saja yang bisa timbul tetapi dampak terhadap kelestarian lingkungan juga harus menjadi perhatian kita bersama.
Pemerintah Daerah perlu membangun kemandirian ekonomi masyarakat tanpa harus memasukkan investasi besar-besaran namun tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk jangka waktu yang panjang. Perlu dibuat peta mengenai potensi lokal, berikan akses modal melalui pinjaman lunak serta lakukan pembinaan berkelanjutan bagaimana membangun ekonomi keluarga yang berorientasi pada keuntungan. Dengan demikian pemerintah daerah tidak harus tergantung pada investor berskala besar yang lebih sering melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang justru pada gilirannya menimbulkan konflik sosial yang kemudian menjadi beban kita bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar